Internasional – Amerika Serikat (AS) memperingatkan Presiden Iran yang baru Ebrahim Raisi. Presiden yang terpilih akhir pekan lalu itu dianggap berpotensi melakukan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dalam tugasnya ketika mengawasi program nuklir Iran.
Juru Bicara Gedung Putih Jen Psaki menegaskan secara tersirat ketika konferensi pers di Gedung Putih Senin (21/6/2021) lalu. Kemenangan Raisi menimbulkan kontroversi di kelompok HAM, karena menuduhnya bertanggung jawab dalam esksekusi massal tahanan politik tahun 1980-an.
“Kami sangat mendesak pemerintah Iran terlepas dari siapa yang berkuasa untuk membebaskan tahanan politik, meningkatkan penghormatan terhadap HAM dan kebebasan mendasar bagi semua warga Iran,” kata Psaki mengutip Anadolu Agency, Selasa (22/6/2021).
Pernyataan tersebut keluar di tengah pembicaraan Iran dan sejumlah kekuatan dunia, termasuk AS, terkait kelanjutan perjanjian pengendalian nulir Iran, JCPOA. Sebelumnya perjanjian tersebut sudah disetujui tahun 2015 dengan dicabutnya sejumlah sanksi ekonomi ke Iran.
Namun perjanjian dicaBut sepihak Donald Trump tahun 2018. Akibatnya Iran kembali dijatuhi sanksi dan sejumlah negara tak bisa berdagang dengan negeri itu, termasuk membeli minyak.
“Karena kita berada di tengah-tengah diskusi … langkah-langkah terkait sanksi di AS … terkait pengembalian timbal balik guna mematuhi JCPOA adalah subjek dari pembicaraan.” katanya.
“Kami tentu mengerti, seperti yang telah kami lihat di putaran terakhir dari negosiasi, bahwa akan ada berbagai retorika untuk mengatasi kebutuhan politik di dalam negeri.”
Sementara itu, dalam kesempatan yang sama, Psaki mengatakan Presiden AS Joe Biden tak memiliki rencana untuk duduk bersama Raeisi demi dialog kedua negara. Ini juga sebelumnya dikatakan Raisi meski kedua negara tengah terlibat negosiasi di Wina, Austria.
Sumber: CNBC Indonesia