Mengenal Kalsium Oksida untuk Modifikasi Cuaca Penanganan Karhutla

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) berkolaborasi dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) serta BMKG menerapkan modifikasi teknologi guna menangani asap kebakaran hutan dan lahan (karhutla).

Salah satunya yakni dengan penggunaanKalsium Oksida atau kapur tohor aktif (CaO) yang bersifat eksotermis (mengeluarkan panas).

Kapur ini ditaburkan di gumpalan asap sehingga dapat mengurai partikel karhutla dan gas.

Akibatnya asap hilang dan radiasi matahari bisa menembus ke permukaan bumi.

Berdasarkan siaran pers BNPB, Sabtu (21/9/2019), 10.000 kilogram Kalsium Oksida (CaO) atau kapur tohor aktif untuk operasi mengurangi kepekatan kabut asap di Kalimantan sudah datang di Palangkaraya.

Sebenarnya apa itu Kalsium Oksida?

Mengenal kapur tohor atau Kalsium Oksida

Baca Juga  Kasus Perceraian di Gresik Meningkat Selama Pandemi Covid-19

Kepala Balai Besar Teknologi Modifikasi Cuaca BPPT Tri Handoko Seto mengatakan,kalsium oksida lebih dikenal dengan masyarakat dengan sebutan kapur tohor.

Kapur tohor merupakan senyawa kimia yang berbentuk padatan putih-putih atau keabu-abuan yang menyerupai batu gamping.

Seto mengatakan, penaburan kapur tohor aktif ini dilakukan karena kabut asap telah menghambat proses penguapan sebagai syarat terbentuknya awan yang mengakibatkan hujan sulit terjadi.

“Kapur aktif yang meyerupai batu gamping ini lalu kita kirim dengan ukuran tertentu dan kita gunakan untuk teknologi modifikasi cuaca,” ucapnya saat dihubungi.

Untuk mengatasi kabut asap ini, kapur tohor ditaburkan pada gumpalan kabut asap sehingga kabut asap menghilang dan radiasi matahari bisa menembus ke permukan bumi.

Baca Juga  INFO PDAM GRESIK 16 Januari 2021

“Radiasi matahari yang terhalang asap membuat proses penguapan terbentuk dan awan susah terbentuk,” ucapnya.

Pembentukan Hujan

Dengan penaburan kapur tohor, konsentrasi asap berkurang sehingga awan terbentuk dan dilakukan proses penyemaian dengan garam atau NaCL untuk hujan buatan.

“Kalau ada awan dan masih ada asap, lalu asapnya kita kurangi dengan kapur tohor. Nah, saat tumbuh awan, kita semai dengan NaCL,” tambahnya.

Menurut Seto, peluang keberhasilan dalam penanganan kabut asap tidak bisa diprediksi karena cuaca yang berbeda setiap harinya.

“Keberhasilannya tidak bisa diukur dalam persen karena dari hari ke hari cuacanya berubah awan yang tumbuh berubah. Berbeda-beda setiap hari. Kita hanya berupaya,” ucap dia.

Baca Juga  Jadwal Sim Keliling Gresik 23 - 28 November 2020

Seto menambahkan, metode penebaran kapur tohor ini tak hanya mampu proses pembentukan hujan tetapi juga membantu menyuburkan lahan gambut.

“Kapur tohor itu justru kalau jatuh ke lahan gambut bersama hujan akan meningkatkan Ph gambut. Malah membuat lahan gambut itu semakin bagus,” ungkapnya.

Seto mengatakan, penyebaran kapur tohor ini sudah mampu mendatangkan hujan di daerah Palangkaraya.

Untuk saat ini, target modifikasi cuaca ditargetkan di wilayah Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan.

“Kita juga sudah buka posko di Kalimantan Barat. Target selanjutya bisa di Riau, Jambi, dan Sumatra Barat,” ungkapnya