Gresik – Sejumlah tukang parkir yang berada di sepanjang Jalan Samanhudi, Gresik terlihat menarik biaya pengendara yang parkir tanpa karcis.
Padahal, di sepanjang jalan tersebut, ada mesin elektronik parkir atau e-Parkir yang menelan anggaran Rp 5 miliar dari APBD tahun 2018.
Mesin e-Parkir berwarna merah itu tidak berfungsi sama sekali. Tidak ada karcis yang keluar dari mesin yang berdiri di tepi jalan itu. DPRD Gresik menilai, retribusi pelayanan parkir di tepi jalan umum menjadi salah satu sumber pendapatan daerah yang sering kali bocor.
Hariyanto, salah satu juru parkir di kawasan Pasar Gresik menyebut, sebenarnya mesin e-Parkir tersebut sempat berfungsi pada tahun 2019 lalu.
“Cuma sebentar saja, tidak sampai enam bulan, banyak pengguna yang mengeluh karena ribet. Mesinnya juga sering eror,” kata dia, Minggu (8/8/2021).
Akhirnya parkir cara manual pun diberlakukan bagi setiap pengguna. Pria 38 tahun itu pun mampu mengantongi sedikitnya Rp 300 ribu setiap hari. Uang tersebut akan disetorkan kepada Dinas Perhubungan melalui koordinator parkir.
“Saya dapat 40 persen dari total pendapatan harian. Kalau lagi ramai bisa dapat lebih,” terangnya.
Sekretaris Komisi III DPRD Gresik, Abdullah Hamdi menyebut, ada 11 mesin e-Parkir dengan kondisi serupa. Tidak berfungsi, dan hanya menjadi pajangan mangkrak. Pria berkacamata ini memberikan masukan agar pemerintah kabupaten mengembangkan inovasi di bidang teknologi dan memperkuat sistem informasi digital, serta perlu juga dievaluasi. Sehingga organisasi perangkat daerah (OPD) penghasil bisa lebih memaksimalkan potensi pendapatan daerah.
“Sangat disayangkan sekali, padahal potensi sangat tinggi, apalagi di sekitar pasar ini bisa meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD),” kata dia, Minggu (8/8/2021).
Lebih jauh, Hamdi menyebut, praktik di lapangan ada pihak ketiga yang memanfaatkan parkir. Para juru parkir atau (jukir) menyerahkan langsung uang hasil parkir ke seseorang. Kemudian mereka menyerahkan ke Dinas Perhubungan (Dishub). Nanti ada pembagian berapa persen dari perolehan hasil parkir setiap hari.
“Saya kurang tahu setornya harian apa bulanan. Yang jelas dilakukan persentase maksimal 40 persen untuk pihak ketiga, sisanya Dishub. Dari data yang saya dapat setiap titik setor Rp 300 ribu ke pengepul,” terangnya.
Dalam Perubahan Anggaran Keuangan (PAK) refocusing Covid-19, pemerintah melalui Dinas Perhubungan menargetkan pendapatan retribusi parkir tepi jalan sebesar Rp 7,9 miliar. Hamdi menilai jumlah tersebut sangat mungkin tercapai dengan mobilitas kendaraan yang tinggi.
Di samping itu Perda tentang Retribusi Parkir yang belum juga disahkan menjadi salah satu penyebab. Sehingga, belum ada kewajiban hukum yang mengikat bagi pemerintah untuk melakukan tata kelola parkir secara profesional.
“Karena juga berkaitan dengan manajemen keuangan, kesejahteraan para jukir termasuk asuransi bagi pengguna,” jelasnya.
Wakil Ketua DPRD Gresik, Mujid Ridwan ikut angkat bicara.
Menurutnya, Bupati Gresik harus segera mengesahkan perda e-Parkir agar keberadaan e-Parkir bisa difungsikan, sehingga mengurangi kebocoran pendapatan dari sektor parkir yang terjadi setiap tahun.
“Kami akan segera berkoordinasi dengan bidang hukum. Termasuk memanggil Dinas Perhubungan untuk mengetahui pasti perkembangan Perda terkait e-Parkir itu,” terangnya.
Sumber :