Travel Blog.Id – Selain dikenal sebagai Kota Santri dan Kota Industri, Gresik juga dikenal sebagai penghasil sarung tenun yang masih menggunakan alat tradisional. Padahal, sudah ada teknologi modern yang bisa digunakan untuk membuat sarung tenun seperti yang dilakukan oleh salah satu perusahaan, tetapi sejumlah pengusaha tetap memilih menggunakan alat tradisional. Pemandangan ini bisa kalian jumpai di setiap rumah warga yang ada di Desa Wedani, Dampaan, Kambingan, Jambu, Lengkong, dan Dungus jika kalian berkesempatan untuk berkunjung ke Gresik. Seluruh desa itu kebetulan berada di kecamatan yang sama, yaitu Kecamatan Cerme. Pengerjaan secara tradisional ini juga sama sekali tidak mengurangi kualitas sarung tenun yang dihasilkan, bahkan lebih baik jika dibandingkan dengan sarung tenung dari mesin. Sayangnya, kalian perlu merogoh kocek sangat dalam untuk membeli sarung tenun dengan alat tradisional ini.
Bagaimana tidak mahal? Untuk membuat sehelai sarung tenun, waktu yang dibutuhkan tidak singkat, bisa satu hari penuh untuk sehelai sarung tenun. Ada proses panjang yang harus dilalui. Namun, proses itulah yang pada akhirnya membuka banyak lapangan pekerjaan bagi wanita di tiap desa. Tak jarang, para lelaki juga memilih bekerja di desa daripada harus ke pabrik yang ada di kota. Padahal, membuat sarung tenun membutuhkan keterampilan tersendiri. Namun, warga desa, pemula sekali pun, dapat langsung mahir dalam menenun. Keterampilan itu seolah menjadi keterampilan turun-temurun dari nenek moyang mereka.
Selain alat tradisional, proses menenun ini juga membutuhkan bahan berupa benang dan pewarna. Benang yang digunakan dibedakan menjadi dua berdasarkan ukurannya, yaitu benang boom ukuran 210 sebagai bahan dasar menenun, dan benang boom ukuran 140 sebagai bahan corak (pakan). Benang-benang itu mendapat perlakuan yang berbeda. Benang boom untuk dasar langsung dicelupkan ke dalam larutan pewarna sintetis dengan suhu panas yang tinggi. Larutan pewarna yang digunakan menyesuikan dengan warna sarung yang ingin ditenun.
Sementara itu, benang corak tidak langsung dicelupkan, melainkan digambar dulu motifnya. Sebelum dicelupkan, motif yang telah digambar ditutupi dengan tali rafia terlebih dahulu agar tidak hilang. Setelah itu, benang dijemur hingga kering. Ikatan tali rafia pun dibuka kemudian benang disusun berdasarkan motif dasar yang diinginkan dengan alat bantu, boom. Oleh karena itu, benangnya dinamakan benang boom.
Proses itu baru pembuatan benangnya. Setelahnya, penenun mallet menyusunnya dalam teropong kecil-kecil seperti gambar. Teropong palet itulah yang digunakan untuk menenun. Bahkan, jika membutuhkan corak dan warna yang berbeda, teropong diganti dengan yang lain. Penenun yang terampil akan menggantinya dengan sangat cepat. Dalam sehari, penenun dapat menghasilkan 1,5 lembar sarung tenun. Upah yang mereka terima bisa mencapai Rp 50.000 per hari. Jadi, tak heran jika harga sarung tenun ini bisa mencapai Rp 150.000 per helainya.
Jika berminat membeli sarung tenun khas Gresik ini, kalian bisa memilih jenisnya berdasarkan bahan dan motif sarungnya. Berdasarkan bahan yang digunakan, sarung tenun dari Gresik ini dibedakan menjadi tiga, yaitu sarung tenun sutera, sarung tenun fiber, dan sarung tenun sisir 70. Tentunya, harga ketiganya berbeda karena dipengaruhi oleh kualitas bahan yang digunakan. Sementara itu, berdasarkan motif yang umum digunakan, sarung tenun khas Gresik ini memiliki corak kembang, garis-garis, gunungan, hingga corak biru laut. Kombinasi corak juga digunakan dan bersifat kompleks.
Sarung tenun khas Gresik telah diproduksi sejak masa Sunan Maulana Malik Ibrahim. Dulunya, sarung tenun ini digunakan untuk ibadah salat, karena Sunan Maulana Malik Ibrahim berupaya untuk mengajari para pengikutnya tentang pentingnya menutup aurat saat salat. Sejarah dan proses pembuatannya yang rumit menjadikan sarung tenun khas Gresik sebagai aset seni nusantara dari Jawa Timur. Dengan masih diproduksinya sarung tenun ini di beberapa desa, telah menunjukkan bahwa seni menenun sarung ini masih lestari, meskipun mulai tak diminati anak-anak muda. Untuk itu, pemerintah perlu menjaga dan melestarikan seni daerah ini.