Kapolda Jatim Tanggapi Pernyataan Amnesty International Terkait Penetapan Tersangka Veronica Koman

gresspedia.com – Surabaya – Jatim, Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Jawa Timur, Irjen Pol Luki Hermawan meminta semua pihak tidak mengaitkan penetapan Veronica Koman sebagai tersangka kasus dugaan penyebar hoaks Papua dengan pekerjaannya sebagai aktivis hak asasi manusia.

“Jangan dikait-kaitan dengan posisi pekerjaan dia yang lain,” ujar Luki Hermawan kepada wartawan di Mapolda Jatim, Sabtu (7/9/19.

Terkait pernyataan Amnesty International yang menyatakan penetapan Veronica Koman tidak tepat, Kapolda Jatim menegaskan yang bersangkutan telah melakukan perbuatan melanggar hukum dan harus mempertanggungjawabkannya.

“Ini proses hukum. Dia melakukan perbuatan yang melanggar hukum. Jadi, apa pun dia harus bertanggung jawab,” ujar Luki.

Luki juga mengatakan, dengan menyebarkan informasi hoaks di media sosial padahal yang bersangkutan tidak berada di lapangan adalah perbuatan melanggar hukum.

“Veronica Koman melakukan kegiatan dan semua orang yang membuka medsos atau akunnya tahu persis bagaimana aktifnya. Bagaimana memberitakannya tidak sesuai dengan kenyataan. Saya rasa rekan-rekan media tahu dan paham persis dengan apa yang terjadi, yang ditulis ini sangat berbeda,” terang Kapolda Jatim.

Kuasa hukum Komite Nasional Papua Barat (KNPB) dan Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) Veronica Koman ditetapkan sebagai tersangka kasus ujaran kebencian dan penyebaran berita hoaks, terkait insiden di Asrama Mahasiswa Papua (AMP) di Jalan Kalasan Surabaya, pada 17 Agustus 2019.

Penetapan tersangka tersebut dilakukan Kepolisian Daerah Jawa Timur, Veronica Koman disangkakan Pasal 160 KUHP dan UU ITE tentang penyebaran informasi bermuatan suku, agama, ras, antargolongan (SARA).

Polisi menyebut Veronica Koman terbukti telah melakukan provokasi di media sosial Twitter, yang ditulis dengan menggunakan Bahasa Inggris dan disebar ke dalam negeri maupun luar negeri, padahal dibuat tanpa fakta yang sebenarnya.

Akibat perbuatan yang dilakukan, Veronica dijerat pasal berlapis yakni UU ITE KUHP Pasal 160 KUHP, kemudian UU Nomor 1 Tahun 1946 dan UU Nomor 40 tahun 2008 tentang Penghapusan Suku, Etnis dan Ras.

Veronica Koman (kanan) selaku Kuasa Hukum Komite Nasional Papua Barat (KNPB) dan Aliansi Mahasiswa Papua (AMP), ditetapkan sebagai tersangka kasus ujaran kebencian dan penyebaran berita hoaks, oleh Polda Jatim.

Veronica Koman Dapat Pembelaan dari Komnas HAM

Sebelumnya, Wakil Ketua Bidang Eksternal Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Sandrayati Moniaga mengatakan bahwa, Veronica Koman seharusnya diperlakukan sebagai pembela hak asasi manusia dan mendapat perlindungan dari negara.

Sandrayati menyebut Veronica Koman sebagai aktivis Papua. “Kalau kasus Vero dalam konteks ini dilihat sebagai pembela hak asasi manusia. Pembela HAM dalam mekanisme PBB itu harusnya mendapat perlindungan lebih dari negara, negara harus bisa melihat mereka punya peran unik,” kata Sandrayati di Kantor Komnas HAM, Jakarta, pada Jumat (6/9/19) kemarin.

Menurut Sandrayati, Veronica Koman aktif dalam pemajuan dan perlindungan HAM serta sejak di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta sudah menjadi pengacara untuk masyarakat Papua.

“Seharusnya terdapat pendekatan dan perlindungan khusus untuk Veronica Koman dalam konteks pembela HAM,” kata dia.

Ia menyesalkan kepolisian masih memperlakukan Veronica Koman seperti warga biasa yang diduga melanggar UU ITE. Pembela HAM dalam mekanisme PBB itu harusnya mendapat perlindungan lebih dari negara, negara harus bisa melihat mereka punya peran unik.

“Kita tahu UU ITE kan bermasalah ya, ini satu hal yang harus kita kritisi. Itu aspek lain. Saya rasa polisi harus lebih terbuka melihat ini,” ujar Sandrayati.

Sandrayati menambahkan, Indonesia yang memperjuangkan menjadi anggota Dewan HAM PBB harus dapat menunjukkan diri sebagai negara hukum yang memperhatikan HAM, termasuk aparat penegak hukumnya.

Senada dengan Komnas HAM, sebelumnya pada Rabu, (4/9/19), Amnesty International Indonesia menyatakan masalah rasisme di Papua bukan karena Veronica Koman. Tapi karena beberapa anggota TNI mengucapkan kata rasial dan kepolisian menggunakan kekuatan berlebihan di asrama mahasiswa Surabaya.

“Penetapan tersangka terhadap Veronica Koman menunjukkan bahwa pemerintah dan aparat negara tidak paham dalam menyelesaikan akar permasalahan Papua yang sudah lebih dari dua minggu ini menjadi pembicaraan publik,” ujar Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid.