
Selain pernah ditipu dalam hal berbisnis. Pada awal tinggal di tengah hutan belantara Kalimantan, ia sering dibuat repot nyamuk malaria saat menginap di tenda yang didirikannya untuk sementara. Tak hanya itu, dirinya juga nyaris digigit ular cobra saat mendirikan base camp sewaktu mengeksplorasi batubara.
Pahit getir pun sangat dirasakan saat berjuang hidup di tengah hutan. Misalnya persediaan makan selama 1 minggu. Rupanya banyak yang hilang dan tercecer lantaran dijarah oleh sekelompok kera. Sehingga, terpaksa ia harus makan seadanya seperti mie instan yang masih tersisa beserta tumbuhan di hutan yang layak untuk di makan. Mengingat jarak tempuh dari tengah hutan ke pusat kota sangatlah menyita waktu.
Kejadian tidak menyenangkan juga kerap terjadi. Terutama saat persediaan air di kamar mandi bikinannya habis lantaran pengiriman air bersih yang telat. Hal ini membuat Gus Yani terpaksa harus mandi di rawa-rawa yang masih tersedia airnya. Alih-alih ingin badannya bersih setelah seharian bergumul dengan batu bara, ia justru harus berurusan dengan buaya yang tiba-tiba muncul saat ia baru menceburkan diri ke air rawa-rawa. Tak jarang, ia pun harus rela tubuhnya lusuh berhari-hari karena tidak mandi.
Setelah belajar bisnis batubara di Kalimantan Selatan. Gus Yani pun pulang kembali lagi ke Gresik, kota kelahirannya. Alumnus Fakultas Ekonomi Universitas Airlangga (Unair) tersebut diminta untuk mengelolah PT Yani Putra (YP) sebagai Dirut. Sewaktu memegang perusahaan di bidang transpotasi dan batubara. Perusahaannya yang dulunya cuma memiliki 80 unit truk. Di tangan Gus Yani kini telah bertambah menjadi 400 unit truk.




